Tangan yang kamu gunakan untuk bermaksiat adalah tangan yang sama yang kamu gunakan untuk berdoa. Tak ada yang berubah. Tangan itu-itu juga. Ia tak pernah protes saat kamu memanfaatkannya untuk membuka yang haram, menyentuh yang tak halal, atau mengambil yang bukan hakmu. Tapi lucunya, tangan itu juga yang kamu angkat tinggi-tinggi saat minta pertolongan dari Allah. Saat kamu merasa hidupmu sempit, rezekimu seret, dan hatimu hampa—kamu kembali memakai tangan itu, berharap keajaiban.
Mulutmu pun sama. Yang biasa kamu pakai buat ngata-ngatain orang, bergosip, menyebar kebencian, atau melontarkan kata-kata jorok—itu juga mulut yang kamu pakai untuk membaca Al-Qur’an, berdoa, berdzikir, bahkan kadang jadi imam di shalat. Nggak pernah kamu ganti mulut, tapi kamu perlakukan seolah bisa dibagi dua fungsi: satu buat dosa, satu buat pahala. Padahal, yang keluar dari mulutmu mencerminkan isi hatimu. Kalau yang keluar kotor, berarti hati juga bau.
Matamu juga bukan alat netral. Ia merekam. Apa yang kamu lihat bukan sekadar lewat. Gambar-gambar haram yang kamu tonton, chat-chat mesra yang kamu intip diam-diam, video-video dosa yang kamu klik dengan sadar—semua itu disimpan di dalam memori jiwamu. Dan anehnya, mata itu pula yang kamu pakai untuk menatap senyum orang tuamu, melihat mushaf, atau menangis saat berdoa. Nggak ada tombol reset. Yang pernah dilihat, akan tetap ada, dan suatu saat muncul dalam bentuk rasa bersalah... atau malah jadi kebiasaan.
Tubuh ini satu paket. Kamu nggak bisa pakai sebagian buat maksiat, lalu sebagian lainnya buat ibadah, lalu berharap hasil akhirnya suci. Badanmu akan bersaksi. Kaki yang kamu pakai untuk datang ke tempat dosa, akan bicara. Tanganmu akan menyebutkan apa yang pernah kamu sentuh. Mulutmu akan melaporkan apa saja yang pernah ia ucapkan. Dan semua itu akan dibacakan, di hadapan Allah, dengan sangat rinci.
Jangan pikir ibadah bisa menambal maksiat yang disengaja. Jangan anggap tubuhmu akan diam saat kamu permainkan. Ia mungkin terlihat patuh sekarang, tapi nanti di hari perhitungan, ia akan berkata jujur—tanpa bisa kamu sensor.
Maka sebelum semua itu jadi bukti yang menjatuhkanmu, lebih baik kamu pilih: tubuh ini mau kamu arahkan ke mana? Karena kamu cuma punya satu. Dan kamu cuma hidup sekali.